Tuesday, August 4, 2009

adalah

Rumah Gadang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau, provinsi Sumatra Barat.Rumah ini memiliki keunikan bentuk arsitektur yaitu dengan atap yang menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjuang (anjung) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjuang pada keselarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan untuk golongan kesalarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarkies menggunakan anjuang yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara.
wikipedia

rumah gadang

Di Minangkabau, rumah tempat tinggal dikenal dengan sebutan Rumah Gadang (Besar), atau kadang-kadang disebut juga dengan Rumah Bagonjong. Besar bukan hanya dalam pengertian fisik, tetapi lebih dari itu, yaitu dalam pengertian fungsi dan peranannya yang berkaitan dengan adat.

Tingginya penilaian orang Minangkabau dengan rumah adatnya dikemukakan dengan kiasan atau perumpamaan berikut:

Rumah gadang sambilan ruang, salajang kudo balari, sapakiek budak maimbau, gonjongnya rabuang mambasuik, antieng-antiengnyo disemba alang, parabuangnyo si ula gerang, batatah si timah putiah, rusueknyo tareh limpato, cucuran atoknyo alang babega, saga tasusun sarupo bada mudiek. Parannyo si ula gerang, batata aie ameh, salo-manyalo aie perak. Jariaunyo puyuah balari, dindieng ari dilanja paneh, tiang tapi panague jamu......

MENDIRIKAN RUMAH GADANG

Rumah Gadang didirikan di atas tanah kaum yang bersangkutan. Jika hendak didirikan, panghulu dari kaum tersebut mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan anak kemenakannya. Setelah dapat kata sepakat dibawa kepada panghulu-panghulu yang ada dalam persukuan dan seterusnya dibawa kepada panghulu-panghulu yang ada di nagari.

Untuk mencari kayu diserahkan kepada orang kampung dan sanak keluarga. Tempat mengambil kayu pada hutan ulayat suku atau ulayat nagari. Tukang yang mengerjakan rumah tersebut berupa bantuan dari tukang-tukang yang ada dalam nagari atau diupahkan secara berangsur-angsur.

Rumah yang dibangun diperuntukkan pada keluarga perempuan, sedangkan untuk laki-laki dibangun rumah perbujangan (setelah Islam masuk maka kaum laki-laki tidur di surau). Walaupun diperuntukkan bagi perempuan, namun yang berkuasa adalah Penghulu, dan yang bertanggung jawab langsung pada Rumah Gadang tersebut adalah Tungganai, laki-laki tertua dalam rumah. Bila Rumah Gadang sudah tua dan perlu diperbaiki, maka seluruh anggota kaum mengadakan mufakat.

Seandainya Rumah Gadang akan dibuka (dirobohkan) lantaran tidak mungkin lagi diperbaiki, harus setahu orang kampung atau senagari, terutama sekali panghulu yang ada di nagari tersebut. Tidak semua keluarga dibolehkan mendirikan Rumah Gadang dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu antara lain kaum yang akan mendirikan rumah gadang itu merupakan kaum asal di kampung tersebut dan mempunyai status adat dalam suku dan nagarinya. Walaupun ada kaum yang kaya, kalau dia merupakan keluarga pendatang baru yang tidak mempunyai status adat dalam suku dan nagari tersebut, tidak dibenarkan mendirikan Rumah Gadang. Walaupun demikian, kemufakatan dari panghulu yang ada pada suku dan nagari sangat menentukan apakah sebuah kaum dibenarkan mendirikan Rumah Gadang atau tidak.

Dilihat dari cara membangun, memperbaiki dan membuka rumah gadang, ada unsur kebersamaan dan kegotongroyongan sesama anggota masyarakat tanpa mengharapkan balas jasa. Fungsi sosial sangat diutamakan dari fungsi utamanya. Walaupun suatu rumah gadang merupakan milik dan didiami oleh anggota kaum tertentu, namun pada prinsipnya rumah gadang itu adalah milik nagari, karena mendirikan sebuah rumah gadang didasarkan atas ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di nagari dan setahu panghulu-panghulu untuk mendirikan atau membukanya.

FUNGSI RUMAH GADANG

Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran ruang tergantung dari banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah ruangan biasanya ganjil, seperti lima ruang, tujuh, sembilan atau lebih. Sebagai tempat tinggal, rumah gadang mempunyai bilik-bilik dibagian belakang yang didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.

Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti menetapkan adat atau tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain.

Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

POLA RUMAH GADANG

Rumah traditional orang Minangkabau berbentuk kapal, yaitu kecil di bawah dan besar di atas. Bentuk atapnya punya lengkung ke atas, kurang lebih setengah lingkaran, dan berasal dari daun Rumbio (nipah). Bentuknya menyerupai tanduk kerbau dengan jumlah lengkung antara biasanya empat atau enam, dan satu lengkungan ke arah depan rumah. Denah dasar bentuk empat persegi panjang dan lantai berada di atas tiang-tiang. Tangga tempat masuk berada ditengah-tengah dan merupakan serambi muka. Ada juga yang membuatnya dibagian sebelah ujung, biasanya untuk dapur.

Rumah adat Minangkabau tidak memakai ukuran dengan meter. Panjang dan lebar rumah ditentukan dengan labuh (jalur), dan yang biasanya yang dijadikan ukuran adalah hasta atau depa. Ukuran indak dimakan siku, namun disebut dengan ukuran alue jo patuik (alur dan patut). Dalam kiasan orang Minang dikatakan, Condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak. Lebar ruang atau labuh (jarak antara tiang menurut lebar dan panjang) bervariasi antara 2,5 meter sampai 4 meter. Panjang rumah sekurang-kurangnya 3 jalur dan sebanyak-banyaknya 4 jalur. Jalur atau labuh berbentuk memanjang. Jalur pertama dari muka dinamakan Bandue Tapi. Jalur kedua disebut Labueh Gajah. Jalur ketiga disebut Labueh Tangah, sedangkan jalur keempat disebut Bilik. Ruangan terletak pada potongan rumah menurut lebar rumah. Satu ruang ditengah dinamai Gajah Maharam. Ruangan ini disebut begitu karena berbentuk seperti gajah yang lagi duduk di lantai dengan kaki yang terletak di sampingnya. Dua ruang kekiri disebut Sarambi Papek dan dua ruang ke kanan disebut Rajo Babariang.

Pada ujung kiri dan kanan ada anjungan yang terdiri dari sekurang-kurangnya dua tingkat dan sebanyak-banyaknya tiga tingkat. Anjungan berupa tangga (bertingkat) yang terletak pada tengah bagian lebar rumah. Ruangan pada anjungan hanya digunakan untuk hal-hal khusus, seperti untuk pasangan yang baru menikah dalam keluarga tersebut.

RANGKIANG

Rangkiang adalah bangunan untuk menyimpan padi. Nama lainnya adalah Lumbuang atau Kapuak.

Nama rangkiang bermacam-macam, sesuai dengan kegunaan dari padi yang disimpan di dalam rangkiang tersebut.

Beberapa rangkiang yang dikenal:

  1. Sitinjau Lauik
    Disebut juga dengan Kapuak Adat Jo Pusako.
    Berguna untuk hal-hal yang berkaitan dengan acara adat, seperti tagak panghulu, kematian dan lain-lain.
    Bentuknya lebih langsing dibandingkan dengan yang lain, berdiri diatas empat tiang dan terletak ditengah diantara rangkiang yang lain.
  2. Sibayau-Bayau
    Disebut juga Kapuak Salang Tenggang, yang berguna untuk makanan sehari-hari anggota keluarga rumah gadang.
  3. Sitangka Lapa
    Disebut juga Kapuak Gantuang Tungku, digunakan pada masa paceklik. Tipenya bersegi dan berdiri di atas empat tiangnya.
  4. Kaciak Simajo Kayo
    Disebut juga Kapuak Abuan Rang Mudo, digunakan untuk keperluan anak-anak muda yang ada dalam rumah gadang yang membutuhkan sesuatu, seperti untuk kawin, maka biayanya akan diambil dari rangkiang ini.
geocities.com